Kadisnakertrans Jabar Ir.Rachmat Taufik Garsadi bersama penulis

Penulis : Erwan Mayulu

JAKARTA, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat terus mendorong pelaku usaha di Jawa Barat meningkatkan produkrivitasnya hingga mampu menjadi entrepeneur yang menggerakan perekonomian sekaligus menyerap tenaga kerja. Di Jawa Barat sektor UMKM terbukti efektif menjadi sektor peneyerap tenaga kerja.
Data BPS per Agustus 2022 menunjukan, 54,61 persen angktan kerja di Jawa Barat masuk ke sektor informal karena sebanyak 10,64 juta orang (45,39 persen) bekerja pada kegiatan formal.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Ir.Rachmat Taufik Garsadi,M.SI ditemui di ruang kerjanya,Jumat (23/12/2022) mengemukakan, pihaknya concern dalam pengembanagan usaha mikro,kecil dan menengah ( umkm) di Jawa Barat karena sektor ini sangat berperan dalam menanggulangi tekanan dari sektor ekonomi maupun ketenagakerjaan.
Untuk mendorong agar UMKM tumbuh dan sehat, Disnakertrans Jawa Barat meningkatkan pembinaannya dengan melakukan pengukuran produktivitas bagi usaha – usaha UMKM. Dengan pengukuran produktivitas maka akan jelas tolok ukur dan standarisasi produk usaha para pelaku UMKM. Dengan pengukuran produktivitsas dan standarisasi produk itu diharapkan UMKM akan naik kelas dari kelas ultra mikro menjadi mikro, dari taraf mikro naik jadi usaha skala dan menengah dan bisa naik kelas usaha besar.

Untuk memetakan naik kelasnya udaha UMKM itu hanya dapat dilakukan melalui pengukuran produktivitas. Karena itu sejak 2019 Disnakertans melalukan peBerdampak Positif,ngukuran produktivitas bagi pelaku UMKM di berbagai kabupatan dan kota di Jawa Barat. Meski begitu diketahui beberapa daerah belum menyadari akan pentingnya pengukuran produktivitas itu.
Untuk memacu agar semua kabupatan dan kota melakukan pengukuran produkivitas maka pemerintah daerah bekerjasama dengan Kementerian Ketenagakerjaan memberikan piagam penghargaan Sidhakarya pada pelaku usaha UMKM di kabupaten dan walikota. Pada 2022 ini puluhan pelaku usaha UMKM di 6 kabupaten dan walikota memperoleh award Sidhakarya yang diserahkan oleh Wakil Gubernur Jawa Barat. Kabupaten dan kota yang terus ikut pengukuran produktivitas adalah kota Bandung, Bogor, Garut dan Sukabumi.

Dengan penganugrahan Sidharkarya diharapkan akan mendorong peran aktif pemerintah daerah dalam pengembangan dunia usaha secara terus menerus dan berkesinambungan.
Menurut Ir. Rachmat Taufik Garsadi, pengukuran produktivitas bagi pelaku UMKM berdampak positif bagi para pengusahanya karena usaha mereka berkembang hingga menjadi sumber pendapatapan bagi keluarga dan sekaligus terserapnya banyak pekerja. Disisi lain, pemerintah dapat mengukur dan menilai serapan tenaga kerja di perusahaan – perusahaan swasta,

Metedo pengukuran produktivitas dinilai sangat tepat sehingga bisa melihat perkembangan produktivitas para pelaku UMKM dan dinilai kemajuannya selama beberapa tahun ke depan sejak dilakukan pengukuran.
Pengukuran produktivitas dilakukan dengan menggunakan Metode Sistem Manajemen Peningkatan Produktivitas (SIMPPRO), sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 156 Tahun 2021, yang diadaptasi dari Metode Business Excellence Malcolm Baldrige Criteria. T
Kriteria metode tersebut yaitu kepemimpinan, perencanaan strategis, fokus pada pengembangan dan manajemen SDM, fokus pada pelanggan dan perluasan pasar, data dan informasi, serta analisis, manajemen proses, hasil usaha dan produktivitas.

STANDARISASI PRODUK

Dengan metode pengukuran itu sejumlah perusahaan berskala UMKM itu bertahan dan mampu berkembang. Hal ini dilihat dengan penganugrahan award Sidhakarya . Penganugrahan penghargaan Sidharkarya atau karya prima diberikan pada perusahaan UMKM atas kualitas dan produktivitas tertinggi di tingkat provinsi. Sedangkan untuk tingkat nasional diberikan award Paramakarya atau karya unggul yang diserahkan oleh Presiden.
Pemberian penghargaaan Sidhakarya merupakan bentuk pengakuan dan penghargaan kepada perusahaan kecil, menengah dan besar yang berhasil dan ungul dalam meningkatksan produktivitas yang dapat dijadikan teladan dan percontohan standar kebehasilan bagi perusahaan – perusahaan yang ada di Jawa Barat.
Agar pelaku UMKM bisa naik kelas statusnya, menurut Ir. Rachmat Taufik Garsadi, metode itu juga harus diikuti dengan program strandarisasi produk . Sejumlah daerah memiliki produk – produk unggulan dan telah dikenal secara nasional seperti bebarapa produk dari Tasikmalaya, Garut dan kota – kota lainnya, Dengan standarisasi produk makin mempercepat masuknya produk – produk itu untuk memenuhi kebutuhan lokal dan nasional.

Bagi Disnaketrans Provinsi Jawa Barat,tumbuh dan berkembangnya UMKM menjadi solusi akan perluasan kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja. Pasalnya, tingkat pengangguran di Provinsi Jawa Barat hingga penghujung 2022 terlihat masih tinggi, Merujuk data yang dilansir BPS pada Agustus 2022 , BPS menyatakan sebanyak 2,13 juta jiwa warga di Jawa Barat dinyatakan menganggur. Dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Jabar mencapai 8,31 persen.

Dari data tersebut, 5 daerah yang dinyatakan paling tinggi jumlah pengangguran terbukanya yaitu Kota Bogor dengan 10,78 persen dan Kota Cimahi dengan 10,77 persen. Kemudian Kabupaten Bogor dengan 10,64 persen, Kabupaten Bekasi 10,31 persen dan Kabupaten Karawang dengan 9,87 persen.

Sementara, 5 daerah paling rendah jumlah pengangguran terbukanya yaitu Kabupaten Pangandaran dengan 1,56 persen dan Kabupaten Ciamis dengan 3,75 persen. Kemudian Kabupaten Majalengka dengan 4,16 persen, Kabupaten Tasikmalaya 4,17 persen dan Kota Banjar dengan 5,53 persen.

Selain dihadapkan pada tingkat pengangguran masih tinggi itu juga kondiusi hubungan industrial dihadapkan pada tingkat disparitas upah pekerja sangat tinggi.
Rachmat Taufik menunjukan di Jawa Barat terdapat kota – kota yang besasran upahnya tertinggi di Indonesia. Seperti di Karawang dan Purwakarta, upah minimum provinsi (UMP) sangst tinggi, mencapai Rp 5 juta per bulan. Kondisi itu merubah pola investasi dan migrasi pencari kerja. Kini, yang masuk adalah investasi padat modal yang tidak memerlukan banyak pekerja. Sedangkan indusgri padat karya yang butuh banyak tenaga kerja pindah ke daeah – daerah lain yang besaran UMPnya lebih rendah, seperti ke Garut.
Sementara upah tinggi di daerah – daerah tertentu itu mengundang masuknya pencari kerja ber skill dan berkomptensi tinggi dari daerah lain.
Akibatnya, para pencari kerja yang kalah bersaing dan pekerja padat karya yang ditinggal oleh perusahaan pindah ke daerah ber UMP rendah, mereka masuk ke sektor informal. Bidang UMKM yang menampung angkatan kerja dan sektor itu tidak pernah jenuh dan daya serap pekerjanya cukup besar.
Untuk itulah diperlukan pengukuran produktivitas bagi pelaku UMKM agar mereka bisa berkembang dan naik kelas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *