Saepul Tavip

Penulis: Erwan Mayulu

JAKARTA,NAKERONLINE.COM–Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII) mengkritik proses pembentukan dan pengesahan UU Tentang Rancangan Undang-Undang Pengembangan
dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) menjadi UU P2SK pada tanggal 15
Desember 2022 lalu.

Pernyataan DPP IHII yang diteken Ketua Umum
Saepul Tavip dan Sekretaris Jenderal
Enung Yani Rukman,Sabtu (24/12/2022) menyebutkan,
proses pembuatan UU P2SK menggunakan metode Omnibus
Law yang menyasar beberapa UU di Sektor Keuangan, yang salah satunya adalah
UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Proses pembuatan dan pengesahan UU P2SK relatif cepat, tertutup dan tidak
melibatkan masyarakat termasuk Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB), seperti
pembuatan dan pengesahan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang pada
akhirnya diputus Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.


Ditekankannya,proses
pembuatan UU P2SK sudah mengingkari isi Pasal 96 UU No. 13 Tahun 2022 tentang
Pembuatan Peraturan Perundangan. Pengesahan UU P2SK tanggal 15 Desember
lalu dilakukan sebelum DPR melakukan reses ke daerah pemilihan.
UU P2SK ini terdiri dari 27 Bab dan 341 Pasal. Bab XII UU P2SK memuat tentang
Dana Pensiun, Program Jaminan Hari Tua (JHT), dan Program Pensiun yang terdiri
dari 68 Pasal. Pasal 188 mengatur hal baru tentang JHT, dengan merevisi Pasal 36,
37 dan 38 UU SJSN. Demikian juga Pasal 189 menyasar Program Jaminan Pensiun
yang diatur dalam UU SJSN.
Pasal 188 UU P2SK membagi dana JHT pada dua akun yaitu Akun Utama (AU) dan
Akun Tambahan (AT), dengan komposisi AU lebih besar dari AT. Dana pada AU bisa
dicairkan pada saat pekerja memasuki masa pensiun, cacat total tidak bisa bekerja
kembali, serta meninggal dunia. Sementara dana di AT bisa dicairkan sebagian atau
seluruhnya bila ada kepentingan mendesak dari Pekerja.
Pasal 188 mengamanatkan pembentukan tiga Peraturan Pemerintah (PP) yaitu PP
tentang besaran proporsi iuran yang ditempatkan pada AU dan AT, PP tentang
manfaat jaminan hari tua serta hasil pengembangan dana JHT, dan PP tentang
besaran iuran JHT.

Masalah JHT menjadi masalah krusial bagi kalangan SP/SB dan Pekerja. Selama ini
pekerja yang terPHK terbantu dengan dana JHT yang bisa dicairkan. Pengaturan baru
tentang JHT di UU P2SK selayaknya harus mampu mendukung daya beli pekerja dan
keluarganya paska mengalami PHK.
Oleh karena itu Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII) menyatakan dan
memberikan kritik dan saran atas pengesahan UU P2SK terkait dengan JHT dan JP,

LIBATKAN SP/SB

Terkait itu IHII
mendesak Pemerintah agar melibatkan SP/SB dan membuka ruang negosiasi
dalam pembahasan PP tentang JHT dan PP tentang Jaminan Pensiun yang
diamanatkan UU P2SK.

Mengajak seluruh SP/SB untuk mengkritisi UU P2SK terkait program JHT dan JP,
dan melakukan kajian serta usulan guna dimasukkan dalam PP JHT dan PP JP.

Saepul Tavip dan Enung Yani Rukman
neminta agar PP tentang Iuran JHT membuka ruang untuk top up iuran sehingga
mendukung peningkatan jumlah Akun Utama dan Akun Tambahan, serta tidak
membatasi upah sebagai basis perhitungan iuran JHT.

IHII mendesak PP tentang Manfaat JHT mengatur tentang manfaat layanan tambahan
(MLT) untuk pangan dan transportasi yang menjadi kebutuhan utama pekerja.
Selama ini JHT baru memberikan MLT perumahan kepada pekerja.

Mengenai PP tentang proporsi iuran di Akun Utama dan Akun Tambahan, IHII
mendesak agar Pemerintah menetapkan proporsi tersebut secara bijak sehingga
pekerja mampu memenuhi kebutuhan hidup paska PHK dari dana di akun
tambahan.

Mendorong PP tentang JHT mengatur tentang kepesertaan wajib program JHT
bagi pekerja mikro, Pekerja Migran Indonesia, Pekerja Bukan Penerima Upah,
Pekerja Jasa konstruksi dan pekerja Non-ASN.

IHII meminta Pemerintah cq. Kementerian Keuangan menghapuskan pajak progresif
pada proses pencairan dana JHT
Mendesak Pemerintah cq. Kementerian Ketenagakerjaan Cq. Pengawas
Ketenagakerjaan meningkatkan kualitas pengawasan dan penegakkan hukum
bagi perusahaan yang belum mendaftarkan pekerjanya pada program JHT dan
JP di BPJS Ketenagakerjaan.

Mendorong Pemerintah membuka ruang kepesertaan Jaminan Pensiun bagi
pekerja bukan penerima upah sehingga Jaminan Pensiun bisa dinikmati oleh
pekerja informal juga, termasuk mewajibkan Jaminan Pensiun bagi pekerja
penerima upah di sektor kecil dan mikro.
Demikian rilis ini kami sampaikan. Terima kasih atas perhatiannya
Jakarta, 24 Desember 2022

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *