Yusri Albima,aktivis peduli PMI

JAKARTA,NAKER ONLINE.com- Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia ( BP2MI) diminta merevisi Peraturan BP2MI No 09 Tahun 2020 Tentang Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia pada 10 jenis Jabatan PMI, yaitu : PRT, pengasuh bayi, pengasuh lansia, juru masak, supir keluarga, perawat taman, pengasuh anak, petugas kebersihan, pekerja ladang dan awak kapal perikanan.
Aturan tersebut tidak seirama dengan UU nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan berpotensi diskriminarif.

Permintaan itu disampaikan Aktivis Peduli PMI Yusri Albima pada media ini, Rabu (22/6/2020).

Peraturan BP2MI No 09 Tahun 2020 itu hanya mengatur pembebasan biaya pada 10 jenis jabatan saja. Menurut Yusri Albima ketentuan ini tidak sejalan dengan Pasal 30 ayat 1 dan ayat 2 UU No 18 Tahun 2017 yang menegaskan bahwa PMI (setiap WNI yang akan, sedang atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah RI) tidak dapat dibebani biaya penempatan, dan biaya penempatan dimaksud diatur dengan Peraturan Kepala Badan. Maka semestinya, Peraturan BP2MI mengatur pembebasan biaya penempatan dari seluruh jenis Jabatan PMI (Formal dan Informal) tanpa mendikotomi PMI Pemerintah (G to G BP2MI) dengan PMI Swasta (P3MI).
Bahkan Peraturan itupun belum mengatur detail besaran biaya Penempatan atau struktur biaya (CS) sebagaimana yang diamanatkan UU, kata Yusri.
“Semangat Kepala BP2MI sangat bagus, tapi setelah saya baca berulang-ulang Peraturan yang ditetapkan pada 14 Juli 2020 itu, cenderung tidak berkeadilan dan diskriminatif”,tuturnya sambil menambahkan, kasihan kawan-kawan PMI sektor formal non G to G yang rentan dibebankan biaya penempatan yang besar 35jt – 75jt lalu menjadi korban tipu-tipu.

Yusri Albima mengungkapkan bahwa ketika Peraturan BP2MI 09/2020 diterbitkan, dia langsung mempertanyakan kepada Kepala BP2MI tentang tidak ditentukannya PMI sektor Formal dalam Peraturan BP2MI.

Yusri menambahkan, Pasal 4 Peraturan BP2MI melarang pembebanan pinjaman sepihak untuk biaya penempatan yang berakibat pada pemotongan gaji PMI selama bekerja, tapi BP2MI menawarkan dan menetapkan skema KTA ataupun KUR yang memotong upah PMI 10 – 12 bulan. Aneh bin ajaib bila Pembebasan biaya menjadi Pembebanan KUR.

SUBSIDI NEGARA

Yusri juga mengusulkan beberapa kompenen biaya yang melekat pada diri PMI agar disubsidi Negara dari CSR BUMN .Seperti biaya pembuatan paspor, pemeriksaan kesehatan (MCU), pelatihan, Sertifikat Kompetisi dan BPJS PMI.

“Slogan Negara hadir melindungi dari ujung rambut sampai ujung kaki benar-benar dapat dibuktikan”, tutur Yusri.

Selain itu, Yusri minta agar
Peraturan BP2MI semestinya mengatur dan membuka ruang bagi Negara Tujuan PMI dan/atau Pemberi Kerja yang berkeinginan menanggung semua komponen dan besaran/struktur biaya Penempatan PMI. Hal itu bisa menjadi opsi solusi atas ketidak mampuan Negara dalam memberikan subsidi.
Selama ini Arab Saudi dan Malaysia menangung semua biaya PMI sektor rumah tangga yang akan bekerja di negara itu.

PERJANJIAN TERTULIS

Yusri menegaskan tentang pentingnya implementasi Pasal 31 huruf b UU 18/2017 yaitu adanya Perjanjian Tertulis Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara Tujuan Penempatan PMI karena regulasi RI hanya berlaku di Wilayah Jurisdiksi Republik Indonesia. Peraturan BP2MI 09/2020, bahkan UU 18/2017 hanya bisa diterapkan di Negara Tujuan PMI apabila sudah diikat dengan Perjanjian Tertulis/Agreement. Terkait hal tersebut, maka Kepala BP2MI mesti bergandengan erat dengan Menaker dan Menlu demi tercapainya niat baik dan semangat melindungi PMI dimanapun berada. Memberikan pelindungan selama bekerja dengan berkoordinasi dengan Perwakilan RI adalah tugasnya Kepala BP2MI sebagaimana diatur dalam Pasal 47 UU 18/2017, pungkas Yusri.(Erwan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *