Komite INSPIR Indonesia,
Yatini Sulistyowati

Penulis: Erwan Mayulu

JAKARTA,NAKERONLINE.COM-Jumlah kepesertaan non aktif pada program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola BPJS Kesehatan terus meningkat.Keadaan itu mengkhawatirkan karena makin banyak orang miakin yang tidak memiliki akses pada fasilitas kesehatan.

Yayasan Perlindungan Sosial Indonesia,INSP!R INDONESIA ,pada rilisnya yang dikutip Sabtu (31/12/2022) menyebutkan, ada 16.375.266 peserta mandiri yang nonaktif karena mayoritas tidak mampu membayar tunggakan iuran selama ini.

Orang miskin sangat sulit menjadi peserta mandiri sehingga mereka benar-benar sulit mengakses JKN.
Dari data kepesertaan nonaktif yang semakin banyak berarti semakin banyak rakyat Indonesia yang termarjinalkan dari Program JKN sehingga cita-cita kehadiran Program JKN untuk memudahkan akses rakyat ke fasilitas Kesehatan akan semakin sulit tercapai.

Komite INSPIR Indonesia,
Yatini Sulistyowati , Savitri Wisnuwardani dan Mike Verawati pada ketera gannya catatan akhir tahun menyebutkan ,
persoalan yang selama ini terjadi di JKN yaitu masalah Kepesertaan, Masalah Pelayanan dan Fasilitas Kesehatan, serta masalah Pembiayaan.
Untuk Kepesertaan, per awal September 2022 tercatat 238.430.655 orang (87,33 persen dari total 273 juta rakyat Indonesia) sebagai peserta terdaftar di program JKN, yang terdiri dari peserta aktif sebanyak 189.838.682 orang dan peserta non aktif 48.591.973 orang. Padahal target kepesertaan JKN di RPJMN 2020-2024 adalah 98 persen di 2024.
Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2022 tentang optimalisasi program JKN belum mampu mendongkrak kepesertaan aktif di program JKN.
Terkait pelayanan, selama tahun 2022 ini masih banyak peserta JKN yang harus menghadapi masalah di fasilitas Kesehatan (faskes) seperti peserta membeli obat dan darah sendiri termasuk disuruh membeli peralatan operasi sendiri, padahal Pasal 68 Peraturan Presiden no. 82 tahun 2018 melarang faskes menarik biaya pelayanan Kesehatan.
Demikian juga pasien JKN disuruh pulang dalam kondisi belum layak pulang, yang sangat beresiko bagi pasien. Pasien JKN harus menanti berbulan-bulan untuk proses operasi, pasien JKN harus mematuhi ketentuan 1 poli satu hari sehingga menyulitkan peserta untuk mendapatkan pelayanan optimal.

Masih rendahnya pelayanan preventif dan promotive Kesehatan di JKN juga menjadi persoalan bagi keberlangsungan pembiayaan JKN.

Menurut Yatini Sulistiyowati dan kawan-kawan , saat ini Pemerintah akan menjamin skrining beberapa penyakit dalam meningkatkan upaya preventif dan promotive, namun sampai saat ini belum terbit regulasi yang mengaturnya.
Pembiayaan JKN harus dikondisikan secara sistemik menciptakan surplus yaitu memaksimalkan penerimaan iuran yaitu memastikan seluruh rakyat Indonesia bergotong royong menjadi peserta aktif yang membayar. Bagi peserta yang menunggak harus diberikan diskresi berupa diskon sehingga tunggakan iuran terbayar. Bagi masyarakat miskin yang dinonaktifkan dimasukkan kembali menjadi peserta aktif. Dari sisi pembiayaan, Pemerintah dan BPJS Kesehatan harus serius meningkatkan kendali mutu dan kendali biaya. Pengawasan harus ditingkatkan atas fraud yang selama ini terjadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *